Hadirin yang saya muliakan,
Bagi perguruan tinggi tradisional, mengembangkan layanan dalam bentuk digital bukanlah hal yang teramat sulit. Sebagai incumbent, perguruan tinggi yang ada saat ini harus dapat merespon dengan baik agar dapat bertahan dan bersaing dengan pemain-pemain baru (King & Baatartogtokh, 2015). Hal tersebut sama seperti bisnis taksi konvensional yang sebetulnya bisa menambahkan fitur aplikasi ke dalam layanan bisnisnya. Selain itu, perguruan tinggi juga dapat merangkul berbagai ahli di bidang-bidang ilmu tertentu untuk dapat berkontribusi dalam konten pendidikannya. Sama seperti bisnis taksi konvensional yang sebetulnya bisa menciptakan kanal bisnis yang baru dengan mengajak partisipasi dan keterlibatan dari anggotanya dalam penyediaan armada transportasi sehingga dapat membuat struktur tarif menjadi lebih murah.
Namun jika melihat layanan dari bisnis taksi yang tidak berubah, yaitu mengantar penumpang sampai tujuan, tentunya ada bagian bisnis inti yang tetap dipertahankan. Bagi konsumen taksi online, pemanfaatan teknologi dimaksudkan untuk mempermudah konsumen dalam mencari kendaraan di dekatnya dan memastikan biaya perjalanan sebelum berangkat melalui fitur GPS, serta menjembatani pembayaran melalui dompet elektronik. Dari sisi perusahaan, teknologi informasi dapat digunakan untuk mengatur distribusi kendaraan dan menerapkan konsep reward and punishment agar penumpang dapat terlayani dengan baik serta meningkatkan loyalitasnya.
Berkaca dari AirAsia yang tetap melayani bidang transportasi udara, atau AirBNB yang melayani penginapan bagi penggunanya, atau toko-toko online yang melayani kebutuhan barang bagi pembelinya, atau bahkan disk drive yang tetap melayani fungsi penyimpanan, maka pendidikan tinggi bisa saja tetap mempertahankan layanannya dalam menjadi fasilitator bagi siswa untuk mendapatkan kompetensinya. Hal ini karena karakteristik pendidikan tinggi yang cukup kompleks. Inovasi dalam pendidikan tinggi bisa dilakukan dari sisi layanan untuk mendapatkan rekap aktivitas mahasiswa secara real time, legalisir atau validasi transkrip maupun ijazah dengan mudah, koneksi dengan perusahaan pencari kerja menjadi lebih terbuka, ujian masuk perguruan tinggi maupun ujian dalam perkuliahan yang dapat dilakukan secara mandiri dan tidak terbatas pada ruang dan waktu, kartu mahasiswa berbasis digital yang dapat terkoneksi ke berbagai layanan di perguruan tinggi, pengiriman berkas fisik kepada mahasiswa atau alumni yang membutuhkan, penyediaan coworking space berbasis internet untuk penyaluran ide-ide, monetasi konten yang dihasilkan oleh sivitas akademika, atau bahkan crowdfunding untuk projek-projek mahasiswa. Dengan begitu, konektivitas dari sejak menjadi calon mahasiswa, menjadi mahasiswa, sampai dengan menjadi alumni tetap terjalin. Berbagai kesempatan juga dapat dimanfaatkan secara mudah oleh setiap orang yang bergabung di dalam perguruan tinggi.
Selain itu, konsep disruptive innovation tidak selalu harus menciptakan produk baru melainkan membuat konsumen mendapatkan layanan yang lebih murah, lebih sederhana, lebih kecil ukurannya, dan seringkali lebih nyaman untuk digunakan. Berbagai inovasi di atas menjadikan mahasiswa tidak harus mengeluarkan dana lebih untuk layanan-layanan konvensional yang dibutuhkan terutama pada saat jauh dari perguruan tinggi, kemudahan dalam menjalani proses belajar, memungkinkan untuk menghasilkan ide-ide yang bisa diwujudkan selama perkuliahan, mendekatkan pada kesempatan untuk ditemukan oleh lapangan kerja atau kesempatan kerja yang ada, serta memungkinkan bagi perguruan tinggi untuk memberikan analisa berdasarkan rekam jejak siswa yang tersimpan dalam Big Data.
Bagaimana dengan MOOC? Tentu saja, tidak dapat dihindari. Fasilitas e-learning yang umumnya merupakan bagian dari evolusi perguruan tinggi sebaiknya dapat tersedia dengan baik sebagai pengganti kelas, tambahan dalam kelas, maupun digabungkan dalam bentuk hybrid/blended learning. Bukan hanya diperuntukkan bagi mahasiswa saja, tetapi juga terbuka bagi masyarakat umum terutama bagi para alumni yang ingin meningkatkan kemampuannya untuk peningkatan karirnya. Namun tentu saja penyajiannya tidak bisa sama dengan yang telah diterapkan dalam fasilitas e-learning saat ini. Penyajian tidak hanya dilakukan dengan video atau presentasi yang disusun dalam 14 kali perkuliahan saja, tetapi juga dari perubahan konsep penyajian. Konsep gamifikasi dapat membuat pembelajaran semenarik saat siswa bermain. Pemanfaatan teknologi Virtual Reality dan Augmented Reality dalam penyajian materi perkuliahan juga dalam rangka meningkatkan minat siswa dalam mengikuti pembelajaran secara lebih aktif.
Seperti yang disampaikan oleh Christensen dalam The Innovator’s Dilemma, keengganan untuk berubah dan melihat hal-hal yang baru karena telah terbiasa dan yakin dengan hal-hal lama yang dijalani selama ini hanya akan membawa organisasi dalam ketertinggalan, menjadi tidak kompetitif, dan kemudian lenyap ditelan oleh perubahan. Seringkali perubahan yang diciptakan mungkin gagal atau bahkan lebih buruk dari yang telah ada sebelumnya, namun sangat dimungkinkan akan menggantikan pasar di kemudian hari. Gejala ini mungkin sudah dapat mulai kita lihat dalam pasar mobil elektrik yang semula tidak dilirik karena industri otomotif yang relatif stabil, serta kecepatan dan kualitas produknya masih belum terkalahkan. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, mobil elektrik akan menggantikan produk pemenang dari industri otomotif saat ini.
Hal yang sama juga terjadi pada pembelajaran elektronik yang saat ini dinilai belum masuk dalam tahapan mampu menggantikan pembelajaran konvensional dengan kelebihannya akan interaksi antara dosen dan mahasiswa. Pembelajaran elektronik memerlukan waktu untuk menyesuaikan dan membuktikan perannya secara lebih maksimal. Belum tentu pembelajaran elektronik di masa yang akan datang sama seperti yang kita lihat saat ini. Berbagai penyempurnaan baik dari metode pembelajaran, pendekatan kepada siswa, maupun teknologi yang semakin mudah serta adanya kemungkinan perubahan kebutuhan dalam masyarakat, dapat menjadikan pembelajaran elektronik menjadi salah satu yang disukai oleh masyarakat.